Syarat-syarat al-Syufqah
Syarat-syarat al-Syufqah
1.
Terjadi dalam
lingkup ibadah. Jika ternyata tafriq al-Syufqah terjadi dalam
medium ibadah, maka tidak akan ada pertentangan antara ulama’. Contohnya adalah
membayar zakat untuk dua tahun yang pertama. Dalam hal ini, pembayara yang
dianggap sah menurut konsensus ulama adalah zakat tahun pertama. Zakat tahun
kedua yang telah terlanjur dikeluarkan ulang pada tahun berikutnya.
2.
Tidak terjadi
dalam permasalahan yang memiliki aspek penjalaran sirayah (implikatif)
atau taghlib (dominasi). Contoh yang taghlib adalah seorang suami
yang mencerai istrinya sekaligus menjatuhkan talak pada wanita yang bukan
istrinya, seperti ketika mengatakan pada keduanya “kamu berdua saya talak”.
Dalam hal ini, para ulama’ sepakat bahwa penceraian suami pada istrinya
dihukumi sah, meskipun bersamaan dengan orang lain yang tidak sah ditalak (wanita
yang bukan istrinya). Atau dapat dikatakan
bahwa talak yang sah adalah yang ditunjukan pada istrinya saja. Sebab
wanita yang menjadi istrinya lebih dominan (taghlib) untuk diceraikan
daripada wanita lain yang bukan istrinya. Adapun yang dimaksud sirayah adalah
pemasalahan yang pada mulanya mempunyai satu bagian, lalu menjalar dan
mempengaruhi bagian yang lain. Contohnya adalah seorang budak yang dimiliki
oleh dua orang , dan salah satu budak ini kemudian memerdekakanya. Jika pihak
orang yang tidak memerdekakannya adalah orang yang kaya, naka niscaya bagian
yang ia miliki dari budak tersebut akan ikut merdeka, sebab disana terdapat
unsur sirayah atau penjalalaran pada bagian yang lain yang telah
dimerdekakan. Sedangkan yang dimaksud masalah yang berdasarkan taghlib (dominansi)
adalah permasalahan yang tidak mungkin dibagi sehingga meniscayakan untuk
dipukul rata. Contohnya seperti yang ada dalam
kasus penceraian dengan menggunakan kata: anti thaliq nishfa thalqah (kamu
saya talak separuh), maka talak yang dianggap adalah talak secara penuh, bukan
berarti setengah talak atau sebagian talak, karena status seorang istri tidak
mungkin untuk dibagi-bagi, sebagian badanya tertalak dan sebagian yang lain
tidak. Memukul rata dengan jatuhnya talak secara penuh adalah solusi terbaik.
3.
Sisi yang
dinilai batal harus terfokus pada obyek tertentu. Sehingga, dari syarat ini
para ulama mengecualikan permasalahan syarat hkiyar dalam jangka waktu
empat hari. Yang mana khiyar dalam jangka waktu tersebut diklaim batal
secara keseluruhan. Dan tak ada seorang ulama pun ynag menyatakan bahwa khiyarnya
sah dalam masa tiga hari. Seperti kita tahu, syarat khiyar yang bisa
mendapatkan legitimasi dalam syari’at
harus tidak lebih dari tiga hari, sedangkan untuk selebihnya syari’at tidak
pernah mengatakan bahwa hal itu boleh. Sehingga ketika ada persyaratan khiyar
melebihi tempo yang telah ditentukan syari’at, bersamaan dengan tidak
diketahuinya hari yang ilegal apakah itu yang awal atau yang akhir dari tempo
tersebut maka tidaklah salah jika secara keseluruhan hal ini divonis batal.
4.
Potensial untuk
dibagi. Dengan adanya syarat ini secara tidak langsung mengecualikan contoh
ketika ada seorang menjual barang yang majhul (tidak jelas) sekaligus
yang maklum (telah diketahui), hukumnya adalah tidak sahnya jual beli
secara keseluruhan, baik yang majmul maupun yang majmul.
5.
Tidak
bertentangan dengan izin pemilik. Sehingga jika terjadi hal-hal yang demikian,
maka akan mengakibatkan batalnya akad secara keseluruhan. Seperti seseorang
yang meminjam barnag untuk digadaikan dan pihak memberi pinjaman menerima
jaminan Rp. 100.000,- misalnya. Akan tetapi sipeminjam menjadikanya jaminan
hutang Rp. 120.000,-. Maka menurut kesepakatan ulama seluruh gadai ini dihukumi
batal.
6.
Tidak terdapat
dalam kasus-kasus yang faktor pendorongnya adalah kehati-hatian. Seperti yang
terjadi dalam masalah jual beli ‘araya yang melebihi kadar yang
diperbolehkan. Jika ada orang yang melakukan bay araya’ melebihi yang
dibutuhkan, maka bay araya batal secara keseluruhan tidak hanya yang
menjadi kebutuhanya saja.
7.
Transaksi harus
dilakukan secara global, dan telah ditentukan dengan waktu tertentu. Ketentuan
ini mengecualikan sebuah kasus perkataan pihak mu’jir (orang yang
menyewakan) ketika menyatakan: “aku sewakan barang ini dengan pembayaran sekian
untuk setiap bulanya”. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat antara ulama
dalam menilai tidak sahnya akad tersebut
dalam keseluruhan bulan, tidak hannya bulan pertama saja.
8.
Salah satu
obyek yang berkumpul dalam satu akad atau transaksi adalah perkara yang bisa
ditransaksikan. Seperti contoh perkataan seorang wali: “aku nikahkan anak
perempuanku dan anak laki-lakiku”. Menurut madzhab syafi’i, hukum pernikahan
itu sah. Dalam contoh ini terdapat objek yang sah untuk ditransaksikan, yaitu
anak perempuan. Dengan demikian ia memenuhi kualifikasi tafriq al-sufqah. Namun
ada versi lain yang mengatakan bahwa dalam kasus ini yang berlaku adalah aqad
tafriq al-shufqah.
Referensi:
Komunitas Kajian Ilmiah Lirboyo 2005 "FORMULASI NALAR FIQIH Telaah Kaidah fiqh Konseptual"Cet I th. 2005 hal. 156-158
Komunitas Kajian Ilmiah Lirboyo 2005 "FORMULASI NALAR FIQIH Telaah Kaidah fiqh Konseptual"Cet I th. 2005 hal. 156-158
Comments
Post a Comment