Fiqih Munaqahat dan Ruang Lingkupnya
Fiqih Munakahat terdiri dari dua kata, yaitu fiqih dan
munakahat. Berikut penjelasan dari fiqih, munakahat, dan fiqih munakahat.
- Fiqih
Fiqih adalah satu term dalam bahasa Arab yang terpakai dalam
bahasa sehari-hari orang Arab dan ditemukan pula dalam Al-Qur’an, yang secara
etimologi berarti “paham”. Dalam mengartikan fiqih secara terminologis terdapat
beberapa rumusan yang meskipun berbeda namun saling melengkapi. Ibnu Subki
dalam kitab Jam’al-Jawami’ mengartikan fiqih itu dengan:
العلم بالاحكام الشرعية العملية المكتسب من أد لتها التفصلية.
Pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat ‘amali
yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafsili.
Dalam definisi ini “fiqih diibaratkan” dengan “ilmu” karena
memang dia merupakan satu bentuk dari ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri
dengan prinsip dan metodologinya.[1]
Dalam literatur berbahasa Indonesia fiqih itu biasa disebut
Hukum Islam yang secara definitif diartikan dengan : “seperangkat peraturan
berdasarkan wahyu Ilahi dan penjelasannya dalam sunnah Nabi tentang tingkah
laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang
beragama Islam”.
Dengan pengertian ini fiqih itu mengikat untuk semua ummat
Islam dalam arti merupakan kewajiban umat Islam untuk mengamalkannya.
Mengamalkannya merupakan suatu perbuatan ibadah dan melanggarnya merupakan
pelanggaran terhadap pedoman yang telah ditetapkan oleh Allah.[2]
Kata “munakahat” term yang terdapat dalam bahasa Arab yang
berasal dari akar kata na-ka-ha, yang dalam bahasa Indonesia kawin atau
perkawinan.[3] Kata kawin adalah terjemahan dari
kata nikah dalam bahasa Indonesia. Kata menikahi berarti mengawini, dan
menikahkan sama dengan mengawinkan yang berarti menjadikan bersuami. Dengan
demikian istilah pernikahan mempunyai arti yang sama dengan perkawinan.[4] Dalam fiqih Islam perkataan yang
sering dipakai adalah nikah atau zawaj. Kata na-ka-ha banyak terdapat
dalam Al-Qur’an dengan arti kawin, seperti dalam surat an-Nisa’ ayat 3:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: Dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang
saja”
Demikian pula banyak terdapat kata za-wa-ja dalam Al-Qur’an
dalam arti kawin, seperti pada surat al-Ahzab ayat 37:
فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ
“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap
isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada
keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat
mereka”
Pengertian nikah atau zawaj secara bahasa syari’iah
mempunyai pengertian secara hakiki dan pengertian secara majazi. Pengertian
nikah atau ziwaj secara hakiki adalah bersenggama (wathi’) sedang pengertian
majazinya adalah akad. Kedua pengertian tersebut diperselisihkan oleh kalangan
ulama’ fiqih karena hal tersebut berimplikasi pada penetapan hukum peristiwa
yang lain, misalnya tentang anak hasil perzinaan. Namun pengertian yang lebih
umum dipergunakan adalah pengertian bahasa secara majazi, yaitu akad.
Ada beberapa perbedaan pendapat diantara ulama’ tentang
nikah.
–
Ulama’ Syafi’iyah berpendapat bahwa kata nikah itu berarti akad dalam arti yang
sebenarnya(hakiki), dapat berarti juga hubungan kelamin, namun dalam arti tidak
sebenarnya(majazi). Penggunaan kata untuk bukan arti sebenarnya itu memerlikan
penjelasan di luar kata itu sendiri.
–
Ulama’ hanafiyah berpendapat bahwa kata nikah itu mengandung arti secara hakiki
untuk hubungan kelamin. Bila berarti juga untuk lainnya seperti untuk akad
adalah dalam arti majazi yang memerlukan penjelasan untuk maksud tersebut.
Dalam arti terminologis dalam kitab-kitab terdapat beberapa
rumusan yang saling melengkapi. Perbedaan perumusan tersebut disebabkan oleh
berbeda dalam titik pandangan.
- Fiqih
Munakahat
Bila kata “fiqh” dihubungkan dengan kata “munakahat”, maka
artinya adalah perangkat peraturan yang bersifat amaliyah furu’iyah berdasarkan
wahyu Illahi yang mengatur hal ihwal yang berkenaan dengan perkawinan yang
berlaku untuk seluruh umat yang beragama Islam.[5]
Perkawinan atau pernikahan dalam Islam merupakan ajaran yang
berdasar pada dalil-dalil naqli. Terlihat dalam Al-Qur’an dan as-sunnah dan
dinyatakan dalam bermacam-macam ungkapan. Ajaran ini disyari’atkan mengingat
kecenderungan manusia adalah mencintai lawan jenis dan memang Allah menciptakan
makhluknya secara berpasang-pasangan. Dasar-dasar dalil naqli tersebut diantaranya
:
- Al-Qur’an
QS. Ar-Ra’d : 38
ولقد ارسلنا رسلا من قبلك وجعلنا لهم
ازواجا وذرّيّة
Artinya : “Dan sesungguhnya kami telah mengutus para rasul
sebelum kamu (Muhammad) dan kami memberikan kepada mereka istri-istri dan
keturuna”.
Pensyariatan pernikahan sudah ada sejak umat sebelum nabi
Muhammad saw Allah menjelaskan dalam ayat tersebut bahwa rasul sebelum Muhammad
telah diutus dan mereka diberi istri-istri dan keturunan.
Dalam ayat lain Allah juga menjelaskan tentang perintah
menikahi wanita-wanita yang baik untuk dijadikan pasangan hidupnya. Allah akan
memberikan rizki kepada mereka yang melaksanakan ajaran ini, dan ini merupakan
jaminan Allah bahwa mereka hidup berdua beserta keturunannya akan di cukupkan
oleh Allah .
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ
مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ
فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara
kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang
lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi
Maha Mengetahui.
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ
مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ
مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآياتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.
Dengan perkawinan antara wanita dan laki-laki yang menjadi
jodohnya akan menimbulkan rasa saling mencintai dan kasih sayang, dan ini
merupakan tanda-tanda kebesaran Allah.
- Hadist
Nabi
عن عبد الله بن مسعود ض. قال : قال
رسول الله ص. : يامعشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج. فإنه اغصن للبصر
واحصن للفرج. ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء.
Artinya: “dari Abdullah bin mas’ud r.a. ia berkata :
rasulullah saw pernah bersabda kepada kami: “hai para pemuda, barang siapa di
antara kamu telah sanggup untuk kawin maka hendaklah ia kawin. Maka kawin itu
menghalangi pandangan (kepada yang di larang oleh agama ) dan lebih menjaga
kemaluan, dan barang siapa tidak sanggup, hendaklah ia berpuasa, karena
sesungguhnya puasa itu merupakan perisai baginya.”
Dari dalil tersebut jelas bahwa pernikahan adalah syari’at
islam dan termasuk sunnah nabi yang harus ditiru dan dilaksanakan apabila telah
mampu dan memenuhi persyaratan dan rukunnya.
- C.
Hikmah Nikah
Abu Hurairah ra. Berkata : nabi bersabda:
من احب فطرتي فليستن بسنتي وإنّ من
سنتي النكاح
Artinya: barang siapa yang suka kepada syari’atku, maka
hendaklah mengikuti sunnahku (perjalananku) dan termasuk sunnahku adalah nikah.
Nikah (kawin) dalam islam merupakan sunnatullah, dan
mengandung beberapa hikmah bagi manusia. Hikmah tersebut dapat dilihat dari
segi-segi psikologi, sosiologi dan kesehatan.[6]
- Hikmah
Nikah Dari Psikologi
Hikmah nikah dilihat dari segi psikologi diantaranya seperti
yang di ungkapkan oleh sayyid sabiq, sebagai berikut :
- Sesungguhnya
naluri seks merupakan naluri yang paling kuat dan keras yang selamanya
menuntut adanya jalan keluar. Bilamana jalan keluar tidak dapat
memuaskannya maka banyaklah manusia yang mengalami goncangan dan kacau
serta menerobos jalan yang jahat. Kawin merupakan jalan alami dan biologis
yang paling baik. Dengan kawin badan jadi segar, jiwa jadi tenang, mata
terpelihara dari melihat yang haram dan perasaan tenang menikmati barang
yang halal.[7]
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ
مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ
مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Artinya:Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186]
dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah
tempat kembali yang baik (surga).
Sebagaimana yang dikatakan oleh imam Syafi’i bahwa pandangan
orang laki-laki terhadap perempuan lain atau bukan muhrimnya tidak ada
keperluan maka tidak diperbolehkan (haram).[8]
- Naluri
kebapakan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana hidup
dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan ramah, cinta dan saying
yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang.
- Hikmah
Nikah dari Segi Sosiologi
Hikmah nikah dilihat dari segi sosiologi diantaranya seperti
Sayyid Sabiq, yaitu sebagai berikut:
- Kawin
adalah jalan terbaik dalam rangka memperbanyak keturunan dengan menjaga
terpeliharanya nasab, membuat anak-anak menjadi mulia serta melestarikan
hidup manusia, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah swt.
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ
أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجاً وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً
وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ
اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
Artinya: Dan Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari
jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak
dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”
- Menyadari
tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak akan menimbulkan sikap sungguh-sungguh
dalam mengembangkan bakat dan rajin dalam mencari penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
- Dengan
perkawinan dapat membuahkan tali kekeluargaan, rasa cinta antar keluarga
dan memperkuat hubungan kemasyarakatan yang memang oleh islam direstui,
ditopang dan ditunjang.
- Hikmah
Nikah Dari Segi Kesehatan
Sayyid Sabiq mengutip salah satu pernyataan hasil penelitian
tentang nikah dan kesehatan yang dilakukan PBB yang dimuat dalam harian
nasional bahwa orang yang bersuami umurnya lebih panjang daripada orang yang
tidak bersuami istri baik karena menjanda, bercerai ataupun sengaja membujang.
Pernyataan itu selanjutnya menjelaskan di berbagai Negara, orang-orang kawin
pada umur yang masih muda, akan tetapi bagaimanapun juga umur orang-orang yang
bersuami istri umurnya lebih panjang.
Pernyataan di atas sesuai dengan hadist nabi Saw :
يا معشر الناس اتقواالزنى فإن فيه ست
حصال ثلاثا فى الدنيا وثلاثا فى الاخرة اما التى فى الدنيا فيذهب البهاء ويورث
الفقر وينقص العمر واما التى فى الاخرة فسخط الله وسؤ الحساب وعذاب النار
Artinya: wahai umat manusia, takutlah terhadap perbuatan
zina, karena perbuatan zina akan mengakibatkan 6 perkara. Yang tiga didunia dan
yang tiga ialah : menghilangkan wibawa, mengakibatkan kefakiran, mengurangi
umur dan tiga lagi yang akan dijadikan Allah hisab yang jelek (banyak
dosa), dan siksaan neraka.
Lain dari itu hikmah perkawinan ialah memelihara diri
seseorang, supaya jangan jatuh kelembah kejahatan (perzinaan). Karena bila ada
istri di sampingnya akan terhindarlah ia dari pada melakukan pekerjaan yang
keji itu. Begitu juga wanita yang di samping suaminya, tentu akan terhindar
dari maksiat.[9]
Menurut Ali Ahmad Al-Jurjawi hikmah-hikmah perkawinan itu
banyak antara lain:
- Dengan
pernikahan maka banyaklah keturunan. Ketika keturunan itu banyak, maka
proses memakmurkan bumi berjalan dengan mudah, karena suatu perbuatan yang
harus dikerjakan bersama-sama akan sulit jika dilakukan secara individual.
- Keadaan
hidup manusia tidak akan tentram kecuali jika keadaan rumah tangganya
teratur. Kehidupan tidak akan tenang kecuali dengan adanya ketertiban
rumah tangga. Ketertiban tersebut tidak mungkin terwujud kecuali harus ada
perempuan yang mengatur rumah tangga itu.
- Laki-laki
dan perempuan adalah dua sekutu yang berfungsi memakmurkan dunia
masing-masing dengan cirri khasnya berbuat dengan berbagai macam
pekerjaan.[10]
Dalam kaitan ini rasulullah SAW bersabda :
ليتخذ احدكم قلبا شاكرا ولسانا ذاكرا
وزوجة مؤمنة صالحة تعنيه على اخرته
Hendaklah di antara kamu sekalian menjadikan hati yang
bersyukur, lidah yang selalu mengingat Allah, dan istri mukminah shalihah yang
akan menyelamatkannya di akhirat.
Ruang lingkup fiqih munakahat ada 3 yaitu :
- Meminang
Sebagai langkah awal dari perkawinan itu adalah menentukan
dan memilih jodoh yang akan hidup bersama dalam perkawinan. Dalam pilihan itu
dikemukakan beberapa alternatif kriteria dan yang paling utama untuk dijadikan
dasar pilihan. Setelah mendapatkan jodoh sesuai dengan pilihan dan petunjuk
agama, tahap selanjutnya menyampaikan kehendak untuk mengawini jodoh yang telah
didapatkan itu. Tahap inilah yang disebut meminang atau khitbah.
- Nikah
Sesudah itu masuk kepada bahasan perkawinan itu sendiri yang
menyangkut rukun dan syaratnya, serta hal-hal yang menghalangi perkawinan itu.
Selanjutnya membicarakan kehidupan rumah tangga dalam perkawinan yang
menyangkut kehidupan yang patut untuk mendapatkan kehidupan yang sakinah,
rahmah, dan mawaddah. Hak-hak dan kewajiban dalam perkawinan.
- Talak
Dalam kehidupan rumah tangga mungkin terjadi suatu hal yang
tidak dapat dihindarkan, yang menyebabkan perkawinan itu tidak mungkin
dipertahankan. Untuk selanjutnya diatur pula hal-hal yang menyangkut putusnya
perkawinan dan akibat-akibatnya. Dalam perkawinan itu lahir anak, oleh karena
itu dibicarakan hubungan anak dengan orang tuanya.
Setelah perkawinan putus tidak tertutup pula kemungkinan
pasangan yang telah bercerai itu ingin kembali membina rumah tangga. Maka untuk
itu dipersiapkan sebuah lembaga yaitu rujuk.[11]
DAFTAR PUSTAKA
Ghazaly, Abd Rahman, Fiqh Munakahat, Jakarta:
Kencana, 2003.
Saleh, Husni M., Fiqh Munakahat, Surabaya : Dakwah
Digital Press, 2008.
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,
Jakarta : Kencana, 2006.
[1] Amir Syarifuddin, Hukum
Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2006), 2.
[2] Ibid., 5
[3] Ibid., 5
[4] Husni M. Saleh, Fiqh Munakahat,
(Surabaya : Dakwah Digital Press, 2008), 1.
[5] Amir, Hukum Perkawinan Islam di
Indonesia, 5.
[6] Husni, Fiqh Munakahat, 10.
[7] Sayyid Sabiq, Fiqih as-Sunnah, jilid
II, 10.
[8] Mustafa Dibuu Bigha, Fiqih
Menurut Madzhab Syafi’i, (Semarang: Cahaya Indah : 1985), 247.
[9] Husni , Fiqh Munakahat, 15-18.
[10] Abd Rahman Ghazaly, Fiqh
Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), 65-66.
[11] Amir, Hukum Perkawinan Islam di
Indonesia, 19-20.
Comments
Post a Comment