Pengumpulan Al-Qur'an pada masa Nabi muhammad SAW, Abu bakar dan ustman

 Pengumpulan Al-Qur'an
BAB I
PEMBAHASAN
A.    PENGUMPULAN AL-QURAN
Merujuk kepada definisi al-Qur’an yang sebelumnya telah disepakati oleh para ulama’. Maka, materi al-Qur’an yang merupakan mukjizat itu sampai kepada kita melalui proses penukilan, bukan periwayatan. Yang berarti, memindahkan materi yang sama dari sumber asli ke dalam mushaf. Karena itu, pengumpulan al-Qur’an itu tidak lain merupakan bentuk penghafalan al-Qur’an di dada dan penulisannya dalam lembaran. Sebab, dua realitas inilah yang mencerminkan proses penukilan materi al-Qur’an. Dua realitas penghafalan al-Qur’an di dada dan penulisannya dalam lembaran ini secara real telah berlangsung dari kurun ke kurun, sejak Rasul hingga kini, dan bahkan Hari Kiamat.[1]
Unit-unit wahyu yang diterima Muhammad pada faktanya dipelihara dari kemusnahan dengan dua cara utama menyimpannya ke dalam “dada manusia” atau menghafalkannya; dan kedua merekamnya secara tertulis di atas berbagai jenis bahan untuk menulis. Jadi, ketika para sarjana Muslim berbicara tentang jam‘u-l-qur’ãn pada masa Nabi. Tradisi hafalan yang kuat di kalangan masyarakat Arab telah memungkinkan terpeliharanya al-Quran dalam cara semacam itu. lalu menyampaikannya kepada para pengikutnya, yang kemudian menghafalkannya. Sejumlah hadits menjelaskan berbagai upaya Nabi dalam merangsang penghafalan wahyu-wahyu yang telah diterimanya. Salah satu di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh Utsman ibn Affan bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Yang terbaik di antara kamu adalah mereka yang mempelajari al-Quran dan kemudian mengajarkannya.” Yang paling sering disebut adalah: Ubay ibn Ka‘ab, Mu‘adz ibn Jabal, Zayd ibn Tsabit, dan Abu Zayd al-Anshari. Sementara dalam berbagai laporan lainnya, muncul nama-nama selain keempat sahabat tersebut. Dalam Fihrist, disebutkan 7 nama pengumpul al-Quran, tiga di antaranya sama dengan tiga nama pertama dalam riwayat sebelumnya, dan empat lainnya adalah: Ali ibn Abi Thalib, Sa‘d ibn Ubayd. Abu al-Darda. dan Ubayd ibn Mu‘awiyah. Nama-nama lain yang sering muncul dalam riwayat adalah: Utsman ibn Affan, Tamim al-Dari, Abdu Allah ibn Mas‘ud , Salim ibn Ma‘qil, Ubadah ibn Shamit, Abu Ayyub, dan Mujammi‘ ibn Jariyah. Sementara al-Suyuthi, dalam al-Itqãn, menyebutkan lebih dari 20 nama sahabat yang terkenal sebagai penghafal Quran.
Pada titik ini, timbul permasalahan apakah tiap-tiap pengumpul al-Quran itu menyimpan dalam ingatannya keseluruhan wahyu Ilahi yang diterima Muhammad atau hanya sebagian besar darinya. Jika dilihat dari peran tulisan ketika itu, dapat dikemukakan bahwa penghafal al-Quran merupakan tujuan utama yang terpenting – bahkan sepanjang sejarah Islam; sementara perekamannya dalam bentuk tertulis selalu dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut. Jadi, dapat dipastikan bahwa tidak ada satu pun unit wahyu yang tidak tersimpan dalam dada atau ingatan para pengumpul al-Quran ketika itu. Cara kedua yang dilakukan dalam pemeliharaan al-Quran di masa Nabi adalah perekaman dalam bentuk tertulis unit-unit wahyu yang diterima Nabi. Laporan paling awal tentang penyalinan alQuran secara tertulis bisa ditemukan dalam kisah masuk Islam Umar ibn Khaththab, empat tahun menjelang hijrahnya Nabi ke Madinah.20 Dikabarkan bahwa ketika Nabi tengah berada di rumah al-Arqam ibn Abi al-Arqam, Umar telah bertekad bulat untuk membunuhnya. Tetapi niat ini terpaksa ditunda, karena ia mendengar berita tentang masuk Islamnya adik kandung, adik ipar dan keponakannya. Ia kemudian pergi ke rumah adik perempuannya dan menemukan orang-yang dicarinya bersama beberapa Muslim lain tengah membaca surat dari sebuah shahîfah. Terjadi pertengkaran sengit dan Umar menyerang kedua adiknya hingga terluka, tetapi mereka tetap bersikukuh dengan agama barunya. Melihat adik perempuannya terluka bercucuran darah, Umar tersentuh hatinya kemudian meminta lembaran (shahîfah) itu. Dikatakan bahwa setelah membaca lembaran wahyu tersebut, Umar mengungkapkan keimanannya kepada risalah yang dibawa Nabi. Jika kisah di atas dapat dipercaya, maka ia menunjukkan bahwa sejak semula terdapat upaya yang dilakukan secara serius dan sadar di kalangan pengikut Nabi untuk merekam secara tertulis pesanpesan ketuhanan yang diwahyukan kepadanya.
Jadi upaya pengumpulan Al Quran pada masa Nabi itu antara lain adalah dengan menghafalnya, baik Nabi sendiri yang menghafal maupun di hafal oleh para sahabat- sahabat beliau. karena setiap nabi menerima wahyu dan di hafalnya kemudian beliau menyampaikan kepada para sahabatnya agar para sahabat menghafal dan mengingtanya pula. menyebutkan lebih dari 20nama sahabat yang terkenal sebagai penghafal Quran.[2] Dengan demikian Al qur’an telah di abadikan salah satunya dengan hafalan dan inilah salah satu mukjizat dari al quran itu sendiri dimana Allah menjaga kelestarian firman-Nya dengan di hafal sehingga terjamin keterpeliharaanya, inilah yang membedakan Al qur’an dengan kitab kitab lain seperti Injil dan Taurat dimana para ahli kitab tidak ada yang bisa menghafalnya melainkan hanya membaca dari apa yang tertulis.
2.      Rasulullah meminta beberapa sahabat untuk menuliskan wahyu
Pengumpulan Al qur’an dengan cara penulisan baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara terpisah, atau menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surah, sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain.
Walaupun bangsa Arab dulu dikenal sebagai bangsa yang ummi (buta huruf) namun jangan salah mengira kalau seluruh orang Arab buta huruf, beberapa sahabat sudah masyhur sebagai penulis yang baik, apalagi dalam masa kepemimpinan Rasulullah SAW kemampuan menulis bangsa Arab ini mengalami kemajuan yang pesat. Rasul sangat mendorong dan memfasilitasi para sahabat dan ummatnya untuk belajar tulis baca, misalnya saja dengan memberi kebijakan yang berbeda tentang tawanan perang yang memiliki kemampuan baca tulis, biasanya penebusan tawanan hanya dengan cara tukar tawanan dan dengan sejumlah uang atau harta namun Nabi membebaskan para tawanan ini dengan kewajiban mengajar baca tulis kepada beberapa orang ummatnya. Ketika Rasulullah SAW wafat ummatnya tidak lagi mengalami kekurangan orang yang ahli baca tulis. Alat tulis dan media tulis ketika itu memang masih sulit, sehingga mereka menggunakan apapun seperti lempengan batu, tulang binatang, kulit kayu, dsb. Selain media tulis yang lazim ketika itu seperti kulit binatang atau kertas. Rasulullah SAW menunjuk beberapa sahabat sebagai sekretaris khusus untuk penulisan Quran, Nabi memberi petunjuk untuk menulis ayat yang turun dengan menyebutkan posisi penulisannya, misalnya dengan redaksi.
Pada masa Abu Bakar radliyallâhu ‘anhu, tahun 12 H Sebab utamanya adalah terbunuhnya sejumlah besar para Qurrâ` pada perang Yamamah, diantaranya Salim, Mawla Abu Hudzaifah yang merupakan salah seorang dari kalangan mereka yang Nabi perintahkan agar al-Qur‟an ditransfer darinya. Lalu Abu Bakar memerintahkan pengkodifikasian al-Qur‟an agar tidak lenyap (dengan banyaknya yang meninggal dari kalangan Qurrâ`). Hal ini sejarah Al-Quran 11 sebagaimana disebutkan di dalam Shahih al-Bukhariy bahwasanya „Umar bin alKhaththab memberikan isyarat agar Abu Bakar melakukan kodifikasi terhadap alQur‟an setelah perang Yamamah, namun dia belum memberikan jawaban (abstain). „Umar terus mendesaknya dan menuntutnya hingga akhirnya Allah melapangkan dada Abu Bakar terhadap pekerjaan besar itu. Lalu dia mengutus orang untuk menemui Zaid bin Tsabit, lantas Zaidpun datang menghadap sementara di situ „Umar sudah ada „Umar. Kemudian Abu Bakar berkata kepadanya (Zaid), “Sesungguhnya engkau seorang pemuda yang intelek, dan kami tidak pernah menuduh (jelek) terhadapmu. Sebelumnya engkau telah menulis wahyu untuk Rasulullah Shallallâhu „alaihi Wa Sallam, karenanya telusuri lagi alQur‟an dan kumpulkanlah.” Zaid berkata, “Lalu akupun menelusuri al-Qur‟an dan mengumpulkannya dari pelepah korma, lembaran kulit dan juga hafalan beberapa shahabat. Ketika itu, Shuhuf (Jamak dari kata Shahîfah, yakni lembaran asli ditulisnya teks al-Qur‟an padanya) masih berada di tangan Abu Bakar hingga beliau wafat, kemudian berpindah ke tangan „Umar semasa hidupnya, kemudian berpindah lagi ke ctangan Hafshoh binti „Umar. Mengenai hal ini, Imam alBukhariy meriwayatkannya secara panjang lebar. Kaum Muslimin telah menyetujui tindakan Abu Bakar atas hal tersebut dan menganggapnya sebagai bagian dari jasa-jasanya yang banyak sekali. Bahkan „Ali sampai-sampai berkata, “Orang yang paling besar pahalanya terhadap mushhaf-mushhaf tersebut adalah Abu Bakar. Semoga Allah merahmati Abu Bakar. Dialah orang yang pertama kali melakukan kodifikasi terhadap Kitabullah.” Lembaran-lembaran yang dikumpulkan dalam satu mushhaf pada masa Abu Bakar memiliki beberapa keistimewaan yang terpenting:
1.      Diperoleh dari hasil penelitian yang sangat mendetail dan kemantapan yang sempurna
2.      Yang tercatat dalam mushhaf banyalah bacaan yang pasti, tidak ada nasakh bacaannya.
3.      Ijma' ummat terhadap mushhaf tersebut secara mutawatir bahwa yang tercatat adalah ayat-ayat Al-Qur'an.
4.      Mushhaf mencakup huruf sab'ah (tujuh huruf) yang dinukil berdasarkan riwayat yang benar-benar shahih.
Keistimewaan-keistimewaan tersebut membuat para sahabat kagum dan terpesona terhadap usaha Abu Bakar, dimana ia memelihara Al-Qur'an dari bahaya kemusnahan, dan itu berkat taufiq serta hidayah dari Allah Azza wa Jalla.Ali berkata: "Orang yang paling berjcasa dalam hal Al-Qur'an ialah Abu Bakar r.a. ia adalah orang yang pertama mengumpulkan Al-Qur'an/Kitabullah.

4.             Pengumpulan Al-Qur'an pada masa utsman
Motif ‘Utsmân adalah karena takuct akan terjadinya perbedaan yang meruncing mengenai ragam bacaan. Ini terlihat dari penuturan Hudzaifah al-Yamân setelah melihat banyaknya perbedaan pada bacaan kaum Muslim:
Jagalah ummat ini, sebelum mereka memperselisihkan al-Qur’an ini sebagaimana perselisihan orang Yahudi dan Nasrani. Maka, ‘Utsmân menulis surat kepada Hafshah: Kirimkanlah kepadaku lembaran-lembaran itu. Kami akan menggandakannya menjadi sejumlah mushhaf, kemudian kami akan mengembalikannya kepada Anda. Hafshah pun mengirimkannya kepada ‘Utsmân. Beliau lalu memerintahkan Zayd bin Tsâbit, ‘Abdullâh bin Zubayr, Sa’îd bin al- ‘Ash, ‘Abdurrahmân bin al-Hârits bin Hisyâm. Mereka kemudian menggandakannya menjadi beberapa mushhaf. ‘Utsmân berkata kepada tiga kelompok orang Quraisy tersebut: Jika kalian berbeda pendapat dengan Zayd bin Tsâbit terhadap al-Qur’an, maka tulislah dengan bahasa Quraisy, sebab ia telah diturunkan dengan menggunakan bahasa mereka. Mereka pun melakukannya, hingga mereka selesai menggandakan lembaran-lembaran tersebut menjadi sejumlah mushhaf. ‘Utsmân pun mengembalikan lembaran-lembaran tersebut kepada Hafshah, dan di setiap penjuru dikirim satu mushhaf yang telah mereka gandakan. Beliau juga memerintahkan lembaran atau mushhaf al-Qur’an yang lain untuk dibakar[3].
Penyebaran Islam bertambah dan para Qurra pun tersebar di berbagai wilayah, dan penduduk disetiap wilayah itu mempelajari qira'at (bacaan) dari qari yang dikirim kepada mereka. Cara-cara pembacaan (qiraat) Qur'an yang mereka bawakan berbeda-beda sejalan dengan perbedaan 'huruf ' yang dengannya Qur'an diturunkan. Apa bila mereka berkumpul disuatu pertemuan atau disuatu medan peperangan, sebagian mereka merasa heran dengan adanya perbedaan qiraat ini. Sebagian mereka menganggapnya wahar, karena mengetahui bahwa perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan kepada Rasulullah.
Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Iraq, diantara orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia banyak melihat perbedaan dalam cara-cara membaca Quran. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan; tetapi masing-masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian Huzaifah segara menghadap Usman dan melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Usman juga memberitahukan kepada Huzaifah bahwa sebagian perbedaan itu pun akan terjadi pada orang-orang yang mengajarkan Qiraat pada anak-anak. Anak-anak itu akan tumbuh, sedang diantara mereka terdapat perbedaan dalam qiraat. Para sahabat amat memprihatinkan kenyataan ini karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran yang pertama yang ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan tetap pada satu huruf.
Dari teks-teks diatas jelaslah bahwa pengumpulan (mushaf oleh) Abu Bakar berbeda dengan pengumpulam yang dilakukan Usman dalam motif dan caranya. Diantaranya sebagai berikut :
Motif Abu Bakar adalah kekhawatiran beliau akan hilangnya Qur'an karena banyaknya para huffaz yang gugur dalam peperangan yang banyak menelan korban dari para qari. Sedang motif Usman dalam mengumpulkan Qur'an ialah karena banyaknya perbedaan dalam cara-cara membaca Qur'an yang disaksikannnya sendiri didaerah-daerah dan mereka saling menyalahkan antara satu dengan yang lain.
Pengumpulan Qur'an yang dilakukan Abu Bakar ialah memindahkan satu tulisan atau catatan Qur'an yang semula bertebaran dikulit-kulit binatang, tulang, dan pelepah kurma, kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surahnya yang tersusun serta terbatas dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surahnya serta terbatas dengan bacaan yang tidak dimansukh dan tidak mencakup ketujuh huruf sebagaimana ketika Qur'an itu diturunkan.
Sedangkan pengumpulan yang dilakukan Usman adalah menyalinnya menjadi satu huruf diantar ketujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan satu huruf yang mereka baca tanpa keenam huruf lainnya.


BAB II
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
Alquran dikumpulkan dalam hati (penghafalan) dan dikumpulkan dalam bentuk mushaf, yakni tertulis dalam susunan yang tertib baik ayat maupun suratnya. Pada sesi ini akan dipaparkan seringkas mungkin proses pengumpulan dan penertiban Alquran. Pembaca dan penghapal Quran terbaik sudah tentu adalah Nabi Muhammad SAW,
Walaupun bangsa Arab dulu dikenal sebagai bangsa yang ummi (buta huruf) namun jangan salah mengira kalau seluruh orang Arab buta huruf, beberapa sahabat sudah masyhur sebagai penulis yang baik, apalagi dalam masa kepemimpinan Rasulullah SAW kemampuan menulis bangsa Arab ini mengalami kemajuan yang pesat. Ketika Rasulullah SAW wafat ummatnya tidak lagi mengalami kekurangan orang yang ahli baca tulis. Alat tulis dan media tulis ketika itu memang masih sulit, sehingga mereka menggunakan apapun seperti lempengan batu, tulang binatang, kulit kayu, dsb. C
1.      Penghafalan dan pembukuan yang pertama di masa Nabi SAW.
2.       Pengumpulan Quran pada masa Abu Bakar ra.Pengumpulan Quran pada masa Ustman ra. Pada materi sebelumnya sudah dituturkan bahwa Quran telah dihapal oleh banyak sekali sahabat dan ditulis dalam segala media yang tersedia ketika itu mulai dari kulit, tulang, batu sampai kertas.


DAFTAR PUSTAKA
Taufiq adnan amal, Rekonstruksi sejarah Al Qur’an, Yayasan abad demokrasi, Jakarta 2011.
Drs. Hafidz Abdurrahman, MA, Ulumul Quran Praktis, CV Idea Pustaka Utama, Bogor, 2003.
Komaruddin Hidayat, Memehami Bahasa Agama. Jakarta, Paramadina, 1996
Sidi Gazalba, Islam, Integrasi Ilmu Dan Kebudayaan, Jakarta Quraish Shihab, mukjizat al-quran. Bandung, Penerbit Mizan, 1998




[1] Drs. Hafidz Abdurrahman, MA, Ulumul Quran Praktis, CV Idea Pustaka Utama, Bogor, 2003.hal 82
[2] Ibid hal 151
[3] Drs. Hafidz Abdurrahman, MA, Ulumul Quran Praktis, CV Idea Pustaka Utama, Bogor, 2003.hal 92

Comments

Popular posts from this blog

fiqih kaidah-34

Ilmu Tawarikh An-Nuzul

Syarat-syarat al-Syufqah