FIQIH kaidah ke12
KAIDAH KE-12
apakah zhihar lebih menyerupai talak atau sumpah?
Kata zhihar berasal dari akar kata (mashdar) zhahr
yang berarti punggung. Dalam istilah
fiqih, zhihar adalah ucapan seorang suami yang menyerupakan istrinya
dengan punggung ibunya, atau menyamakan istri dengan mahram dari suami sendiri.
Pelaku zhihar disebut sebagai muzhahir. Dengan ucapan ini, secara
tidak langsung ia telah melepas status sang istri sebagai pasangan yang sah.
Sementara apabila ia tidak menindaklanjutinya ke proses talak, maka berarti ia
telah mencabut kembali atau meralat penyerupaanya itu. Dengan demikian ia telah
dianggap melanggar sumpahnya yang pada akhirnya mewajibkan membayar kafarah
zhihar.
Pada hakikatnya, pengertian zhihar adalah penyerupaan yang
dilakukan oleh suami pada perempuan yang belum tertalak ba’in. Dengan
perempuan yang tidak halal dinikah baginya. Untuk wanita yang tertalak bai’in
tentu tidak dapat di-zhihar.
DASAR DAN HUKUM ZHIHAR
Dalam Islam, zhihar hanya mengakibatkan suami tidak boleh
menyetubuhi istrinya disertai beberpa hal yang harus ia lakukan, walaupun dalam
sejarah, zhihar pada zaman jahiliyyah merupakan salah satu bentuk talak
yang resmi. Hukuman melakukan zhihar, menurut ulama termasuk dosa besar,
sperti yang ditegaskan dalam QS. Al-mujahadah ayat 3 yang artinya: “dan
sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang munkar dan
dusta”.
URAIAN
Menurut al-suyuthi, permasalahan zhihar terbagi
menjadi dua bagian; permasalahan zhihar sisi talak lebih mendominasi. Kedua,
permasalahan zhihar dimana unsur sumpah (yamin) dianggap lebih
dominan dari pada talak.
Dominasi talak dalam zhihar terlihat dalam contoh-contoh
berikut:
1.
Seorang
suami yang melakukan zhihar kepada empat istrinya sekaligus dengan
pernyataan: “kalian semua bagiku seperti punggung ibuku”. Dengan ucapan
ini, menurut qawl jadid, ia wajib membayar empat kafarah. Zhihar
dalam peristiwa ini lebih menyerupai talak. Sebagai perbandingan, hal ini berlaku
karena dalam talak sendiri sebenarnya tidak ada perbedaan antara jatuhnya talak
(baca; empat istri) dengan menggunakan satu kalimat atau dengan menggunakan
satu kalimat talak untuk masing-masing istri. Berbeda dengan qawl qodim,
ia hanya wajib bayar satu kafarah, karena disamakan dengan yamin
(sumpah). Karena hal ini disamakan dengan permasalahan ketika seorang yang
bersumpah tidak akan bicara dengan sekelompok orang, ketika ia melanggar
sumpahnya dengan berbicara pada masing-masing yang disumpahi, maka ia hanya
wajib membayar satu kafarah saja, tidak harus membayar satu kafarah
untuk tiap satu orang yang diajak bicara.
2.
Orang
yang menuduh zina pada sekelompok orang dengan hanya menggunakan satu kalimat,
menurut qawl azhhar ia mendapatkan dera (had) satu kali dari
masing-masing orang yang dituduh. Menurut pendapat yang kedua ia hanya
mendapatkan satu deraan.
3.
Zhihar menggunakan dengan tulisan. Menurut pendapat yang kuat (qawl
ashah) zhihar tetap terjadi, sebagaimana dengan talak. Pendapat ini
telah dijelaskan oleh al-mawardi, yang mengutip ahshab al-syafi’i,
yang mengatakan bahwa segala hal yang dapat dilakukan secara langsung maka akan
sah jika dengan menggunakan tulisan. Berbeda dengan pendapat yang diyakini oleh
al-qadli husayn; bahwa zhihar tidak sah dengan media tulisan
sebagaimana halya orang melakukan sumpah (yamun) yang sah hanya dengan
kata-kata, tidak dengan tulisan.
kemudian kita menuju contoh-contoh permasalahan yang termasuk dalam
bagian kedua; sisi yamin lebih mendominasi zhihar diantaranya:
1.
Zhihar yang dibatasi dengan waktu, menurut qawl ashah tetap sah
sebagaimana sumpah. Menurut pendapat kedua zhihar yang dibatasi waktu
tidak sah, sabagaimana talak.
2.
Mewakilkan
pada orang lain untukl melakukan zhihar, menurut qawl ashah tidak
boleh, sebagaimana sumpah yang tidak sah apabila diwakilkan. Berbeda dengan
komentar kedua, yang menyatakan sah
hanya karena lebih terdapat kesamaan dengan talak.
3.
Apabila
suami lakukan zhihar kepada salah satu dari kedua istrinya, sembari
mengatakan kepada istri lainya “kamu kuikutsertakan denganya” dengan
disertai niat menzhihar. pendapat pertama mengatakan ia menjadi muzhahir
pada istri yang diikutsertakan, kasus ini sama dengan suami yang menalak salah
satu istrinya, kemudian ia mengatakan kepada istri yang lain “kamu juga
akuikutsertakan denganya” dan dalam hatinya ada niat mentalaknya. Sementara
pendapat kedua menyatakan, penyertaan semacam itu tidak berpengaruh; layaknya yamin.
Wallahu a’lam
Demikian
artikel tentang fiqih kaidah ke-12 semoga bermanfaat untuk anda terimaksih.
referensi:
Komunitas
Kajian Ilmiah Lirboyo 2005 "FORMULASI NALAR FIQIH Telaah Kaidah fiqh
Konseptual"Cet I th. 2005 hal. 315-317
Comments
Post a Comment