Hukum Dhaman dalam Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dhoman dalam pendayagunaan harta
benda, tanggungan dalam masalah diat, jaminan terhadap kekayaan, dan terhadap
jiwa, serta jaminan terhadap beberapa perserikatan sudah menjadi kebiasaan
masyarakat.
Secara etimologi dhoman adalah
kesanggupan, sedangkan secara terminologi dhoman mempunyai beberapa konteks.
Dalam konteks utang piutang adalah kontrak sebuah kesanggupan menjamin atas hak
yang telah menjadi tanggungan orang lain. Dalam konteks barang yang harus
dikembalikan secara fisik oleh seseorang, dhoman adalah kontrak kesanggupan
menjamin pengembalian (radd) barang-barang madhlumah, sedangkan dalam konteks
orang, dhoman adalah kontrak kesanggupan menjamin kehadiran orang yang terlibat
dalam kasus hukum.
B.
RUMUSAN
MASALAH
a)
Pengertian
Ad-dhoman
b)
Rukun
Dhoman
c)
Syarat-Syarat
Rukun Dhoman
d)
Dasar
Hukum Dhoman
e)
Struktural
ad-dhoman ad-dain
f)
Konsekuensi
Hukum Akad Ad- Dhoman
g)
Dhoman
al-ain
BAB II
A.
Pengertian
Dhoman artinya tanggungan atau jaminan. Dengan demikian, dhoman
adalah menjamin atau menanggung untuk membayar hutang, menggadaikan barang atau
menghadirkan orang pada tempat yang ditentukan.
Dhoman (penanggungan) adalah
asal dari perkataan: “aku menanggung sesuatu ketika aku memberikan jaminan
itu”. Menurut pengertian syara’, dhoman ialah menetapkan sesuatu (benda) yang
ada di dalam tanggungan orang lain yang berupa uang (harta).
Kemudian pengertian jaminan ni terus berkembang dalam masyarak kita
seperti jaminan tahanan atas seseorang tersangka dan sebagainya.
Dalam dhoman mengandung tiga permasalahan:
a)
Jaminan
atas hutang seseorang. Umpamanya si A menjamin hutang si B kepada si C. Dengan
demikian si C boleh menaggih kepada piutangnya kepada si A atau si B.
b)Jaminan dalam penggadaian barang. Umpamanya: si A menjamin
mengembalikan barang yang dipinjam si B dari si C. Apabila si B tidak
mengembalikan barang itu kepada si C, maka si A wajib mengembalikan kepada si
C.
c)
Jaminan
dalam menghadirkan seseorang di tempat tertentu. Umpama: si A menjamin
menhadirkan si B yang sedang dalamperkara kemuka pengadilan pada tempat dan
waktu yang yelah ditentukan.
Dari pengertian di atas dapat dipahami, bahwa dhoman dapat
diterapkan dalam berbagai bidang muamalah, menyangkut jaminan atas harta benda
dan jiwa manusia.
Imam
mawardi (madzhab syafi’i) mengatakan: bahwa, dhoman dalam pendayagunaan harta
benda, tanggungan dalam masalah diat, jaminan terhadap kekayaan, dan terhadap
jiwa, serta jaminan terhadap beberapa perserikatan sudah menjadi kebiasaan
masyarakat.
Secara
etimologi dhoman adalah kesanggupan, sedangkan secara terminologi dhoman
mempunyai beberapa konteks. Dalam konteks utang piutang adalah kontrak sebuah
kesanggupan menjamin atas hak yang telah menjadi tanggungan orang lain. Dalam
konteks barang yang harus dikembalikan secara fisik oleh seseorang, dhoman
adalah kontrak kesanggupan menjamin pengembalian (radd) barang-barang
madhlumah, sedangkan dalam konteks orang, dhoman adalah kontrak kesanggupan
menjamin kehadiran orang yang terlibat dalam kasus hukum.
Dari definisi ini bisa dimengerti bahwa dalam terminologi dhoman
terdapat tiga obyek yang berbeda. Yakni:
a)
Hutang
(dhomandain)
b)
Barang
(dhomanain)
c)
Orang
(dhomanbadan)
Dengan
demikian, dhoman bisa diterapkan dalam masalah jual-beli,
pinjam meminjam, titipan, jaminan, kerja patumgan atau qirot,
barang temuan, peradilan pembunuhan, rampasan, dan pencurian.
Syarat dhomin (orang yang
menanggung) dia harus ahli dalam mentasarufkan.
B.
RukunDhoman
a)
Yang
menjamin sudah baligh, berakal tidak dicegah membelanjakan hartanya (mahjur)
dan dengan kehendaknya sendiri.
b)
Yang
berpiutang (madhmun lah)syaratnya ia diketahui oleh yang menjamin
c)
Yang
berhutang (madhmun ‘anhu), disyaratkan diketahui dan tetap tetap keadaannya
a)
Jaminan
tidak mengandung penipuan
b)
Masing-masing
pihak tidak boleh khianat pada pihak lain
c)
Jaminan
bukan merupakan kewajiban, misalnya menjamin nafkah kepada anak dan istri
d)
Jaminan
harus pasti
Sebagai dasar
hukum dibolehkannya Dhoman adalah firman Allah dalam Q.S.Yusuf:72. Yang
artinya:
“penyeru-penyeru itu berkata: kami kehilangan piala raja, siapa
yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta,
dan aku menjamin terhadapnya”.
Disamping itu
terdapat pula hadist Rosulullah yang artinya:
“pinjaman hendaklah dikembalikan dan orang yang menanggung
henndaklah membayar. (HR.Abu Daud dan Tirmidzi)
Selanjutnya ijma’
ulama’ juga membolehkan dhoman dalam muamalah karena dhoman sangat diperlukan
dalam waktu tertentu. Ada kalanya orang memerlukan modal dan untuk mendapatkan
modal harus memberi jaminan dari seseoran yang dapat dipercaya.
E.
Struktural
ad-dhoman ad-dain
a)
Dhomin
Dhomin adalah pihak yang menyanggupi penjaminan hutang madhumanhu.
Dhomin harus memiliki kriteria ahli at-tabbaru, sebab akad dhoman merupakan
bentuk non komersial atau gratis (tabbaru).
b)
Madhmunlah
Madhmunlah adalah pemilik piutang dalam tanggungan madhmunanhu dan
mendapat jaminan dari dhomin. Figur madhmunlah disyaratkan harus dikenali oleh
pihak dhomin sebab dialah pihak yang akan menghitungnya, yang sangat menetukan
dan mempengaruhi kesanggupan dhomin dalam memberikan jaminan.
c)
Madhmunanhu
Madhmunanhu adalah pihak
yang memiliki hutang pada madhmunlah, dan menjaminkan hutangnya oleh dhomin.
Dalam hukumannya dengan hak piutang madhmunlah, pihak madhmunanhu juga disebut
istilah ashil (pihak pertama), sebagai lawan dari pihak dhomin yang disebut
dengan istilah far’u (pihak kedua).
d)
Madhmunbih
Madhmunbih adalah hutang madhmunanhu kepadapa madhmunlah, yang
menjadi objek akad dhoman.
Madhmunbih disyaratkan anatanya:
a.
Tsabit
Yakni dain yang sudah ada atau wujud menjadi tanggungan, sebab
dhoman adalah jaminan atas hak, sehingga hak yang dijamin terlebih dahulu ada,
atau wujud sebelum dilangsungkan penjamin.
b.
Lazimatu
ailunila al-luzum
Yakni dain yang ada, sudah bersifat final atau mengikat, yang tidak bisa dibatalkan. Seperti
dain mahar setelah adad nikah sebelum hubungan badan.
c.
Boleh
dijadikan obyek tabbaru
Yakni madhmunbih harus berupa hak yang bisa diberikan kepada orang
lain secara gratis. Syarat yang tidak bisa dijadikan obyek tabbaru.
e)
Shighah
Shighah atau transaksi dalam akad dhoman meliputi ijab dan
qobulmenunjukkan makna kesanggupan atau komitmen.
Setelah hukum akad
ad-dhoman terpenuhi hukum dan syaratnya selanjutnya akan menetapkan menetapkan
konskuensi hukum, sebagai berikut:
a)
Bagi
madhmunlah berhak menagih piutangnya kepada dua pihak dhomin dan madhmunainhu
b)
Apabila
pihak madhmunanhu telah melakukan pembayaran hutangnya kepada madhmunlah, maka
tanggungannya menjadi terbebas demikian juga tanggungan dhomin.
c)
Apabila
madhmunlah membebaskan piutangnya dari tanggungan madhmunanhu maka tanggungan
dhomin juga turut bebas, sesuai kaidah.
d)
Apabila
dari salah satu dhomin dan madhminanhu mati maka hutangnya yang maujjal menjadikhal.
G.
Dhoman al-ain
Adapun definisi
addhoman dengan obyek berupa barang (ain) adalah kesanggupan seseorang untuk
menjamin pengembalian barang yang berada ditangan orang lain dengan setatus
kekuasaan barang yang menjadi jaminan, kepada pemiliknya.
Dalam bab gadai
barang berada apada penguasaan tanpa atas dasar izin pemiliknya seperti barang
curian, atau izin pemiliknya untuk kepentingan sepihak pembawa barang saja,
seperti barang pinjaman, konsekuensi menguasai barang madhmunah adalah
wajib membayar ganti rugi.
Syarat dhomin
dalam akad dhoman al-ain adalah mendapat izin dari pihak yang menguasai barang,
sedangkan tugas dhomin adalah mengembalikan barang madhmunah dari pembawa
barang kepada pemiliknya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dhaman artinya
tanggungan atau jaminan. Dengan demikian, dhaman adalah manjamin (menanggung)
untuk membayar hutang, menggadaikan barang atau menghadirkan orang pada tempat
yang di tentukan.
Imam mawardi (
madzhab syafi’i) mengatakan, bahwa dhaman dalam pendayagunaan harta benda,
tanggungan dalam masalah diat, jaminan terhadap kekayaan, terhadap jiwa, dan
jaminan terhadap beberapa perserikatan sudah menjadi kebiasaan masyarakat.
Dalam dhanan
mengandung tiga permasalahan;
1. Jaminan atas
hutang seseorang. Umpamanya; si A
menjamin hutang si B kepada si C, dengan demikian si C boleh menagih piutangnya
kepada si A atau kepada si B.
2. Jaminan
dalam pengadaan barang. Umpamanya; si A menjamin mengembalikan barang yang
dipinjam oleh si B dan si C . Apabila si B tidak mengembalikan barang itu
kepada si C , maka si A wajib mengembalikannya kepada si C.
3. Jaminan
dalam menghadirkan seseorang di tempat tertentu. Umpamanya; si A menjamin
menghadirkan si B yang sedang dalam perkara ke muka pengadilan pada waktu dan
tempat yang telah di tentukan
DAFTAR PUSTAKA
Ali Hasan M.2004.Berbagai Macam Transaksi dalam Islam,Jakarta.
PT Raja Grafindo Persada
Abu Amar Imron.1983.Fathul Qorib,Kudus. Menara Kudus
Tim Laskar Pelangi.2013.Metodologi Fiqh Muamalah,Kediri.
Lirboyo Press
H.Rasyid Sulaiman.1986.Fiqih Islam,Bandung.Sinar Baru
Algensindo
Comments
Post a Comment