membandingkan amal ringan dan amal berat
perbandingan amal ringan dan amal berat
Apabila
ada dua amal yang mempunyai keistimewaan, syarat, sunah, dan rukun yang setara,
sementara salah satu diantara keduanya memiliki tingkat kesulitan yang tinggi
dibanding yang lain, maka pahala dari kedua amal adalah sama, karena bentuk dan
format aktifitas ibadah (wazha’if) yang dilakukan juga sama. Hanya saja,
amal yang lebih berat akan mendapat surplus pahala. Keutamaan ini bisa
diperoleh semata-mata karena adanya faktor masyaqqah yang harus
ditanggung dalam pelaksanaannya. Keutamaan yang ia peroleh bukan karena materi
ibadah tersebut memang tergolong berat. Sebab, menurut Syaikh ‘izzudin Ibn Abd
as-Salam, masyaqqah tidak layak dijadikan sebagai media pendekatan diri
(taqarrub) kepada sang pencipta. Padahal, pada hakikatnya seluruh taqarrub
adalah bentuk konkrit pengagungan seorang hamba terhadap tuhanya, sementara
kesulitan-kesulitan dalam ibadah bukan merupakan bagian integral dan ritual
pengagungan terhadap-Nya.
Secara filosofis, al-‘Izz
berargumen, seseorang yang mendapatkan pertolongan orang lain tidak akan menilai bahwa wujud pertolongan tersebut
berupa sebuah pekerjaan yang sulit dilakukan, akan tetapi ia akan memberi
respek pada kemauan dan kesediaanya untuk bersusah payah dalam meberikan
pertolongan. Dengan demikian, secara materil, sebenarnya tidak ada perbedaan
hasil diantara beberapa amaliyah, jika masing-masing memiliki format dan
standar kualitas yang sederajat. Yang membedakan adalah tingkat kesulitan dan
perasaan berat subjek pelakunya ketika menjalani aktivitas tersebut. Kesediaan
untuk menjalankan ibadah dalam situasi kurang kondusif telah memberi sebuah
isyarat bahwa ia telah berusaha untuk melakukan upaya penyerahan total kepada
sang pemberi perintah. Disinilah nilai positifnya.
Sebagai ilustrasi, seseorang yang
mandi pada musim dingi dan musim semi akan mendapatkan pahala yang sama dengan
orang yang mandi pada saat musim kemarau, karena baik syarat, sunah, dan rukun
semua jenis mandi tersebut juga sama. Namun, mandi pada saat hawa dingin
mempunyai keutamaan tersendiri, karena rasa dingin yang dideritanya menjadikan
aktivitas tersebut terasa berat untuk dikerjakanya. Jadi, perbedaan kompensasi
pahala bukan pada bentuk mandinya, namun lebih karena adanya faktor eksternal
yang mempengaruhi, dalam hal ini adalah hawa dingin.
Begitu pula bagi orang yang hendak
menunaikan ritual ibadah, baik shalat, haji maupun umrah. Sebagian orang ada
yang menjalankanya dari tempat yang jauh dari tempat tinggal mereka. Sebagian
lagi ada yang melaksanakanya dari jarak yang relatif lebih dekat. Jika menilik
pada pelaksanakan ibadahnya, tidak ada yang membedakan antara keduanya, karena
baik yang jaraknya jauh maupun dekat dalam pelaksanaanya mempunyai penerapan
pola yang sama. Yang membuat keduanya bereda terletak pada media yang
mengantarkan pada aktivitas tersebut, dimana salah satunya memiliki tingkat
kesulitan dan pengorbanan yang lebih dibandingkan dengan yang lain. Pada
dasarnya, syariat selain memperhatikan bentuk pelaksanaan ibadah, juga intens
dalam mengapresiasi media-media yang membantu pelaksanaanya. Dengan demikian,
media pelaksanaan ibadah, seperti besar kecilnya biaya, jauh dekatnya jarak,
tinggi rendahnya resiko yang dihadapi, juga akan mempengaruhi terhadap
perbendaharaan pahala pelakunya.
Sementara, jika diantara dua
aktivitas ibadah secara materiil terdapat derajat kualitatif yang berbeda, maka
tidak lagi ada pertimbangan terhadap berat ringanya pelaksanaan ibadah
tersebut. Ibadah yang kualitasnya tinggi, ,meskipun terasa ringan, akan berbuah
keutamaan yang tinggi pula. Sebagai
gambaran, beriman dengan mengucapkan
syahadat sebagai formalisasi merupakan amaliah yang paling utama, meski dalam
pelaksanaanya terasa ringan dan mudah bagi lidah untuk mengucapkanya. Begitu
pula berdzikir, meskipun tidak perlu mengeluarkan banyak keringat untuk
menjalaninya, namun kadar keutamaan dan pahala yang didapatkan dari aktivitas
ini sangat besar sekali, melampaui beberapa jenis ibadah lainya.
Referensi:
Komunitas Kajian Ilmiah Lirboyo 2005 "FORMULASI NALAR FIQIH Telaah Kaidah fiqh Konseptual"Cet I th. 2005 hal. 196-198
Komunitas Kajian Ilmiah Lirboyo 2005 "FORMULASI NALAR FIQIH Telaah Kaidah fiqh Konseptual"Cet I th. 2005 hal. 196-198
Comments
Post a Comment