Perekonomian Arab pada Masa Pra-islam
Penyelidikan
mengenai sejarah peradaban manusia dan dari mana asal usulnya sesungguhnya
masih ada hubungannya dengan zaman kita sekarang ini. Penyelidikan tersebut
telah lama dan menetapkan, bahwa sumber peradaban sejak lebih dari enam ribu
tahun yang lalu adalah mesir. Zaman sebelum itu dimaksukkan orang kedalam
kategori pra-islam. Oleh karena itu sukar sekali akan sampai kepada suatu
penemuan yang ilmiah. Sarjana-sarjana ahli purbakala ( arkelogi ) kini kembali
mengadakan penggalian-penggalian di irak dan suria dengan maksut mempelajari
soal-soal peradaban Asiria dan Funisia serta menentukan zaman permulaan dari
pada kedua macam peradapan itu. Adakah ia mendahului peradaban mesir masa
firaun dan sekaligus mempengaruhi, ataukah iya menyusul masa itu dan terpengaruh
karenanya?
Apapun juga
yang di peroleh sarjana-sarjana arkelogi dalam bidang sejarah itu, sama sekali
tidak akan mengubah sesuatu dari kenyataan yang sebenarnya, yang dalam
penggalian benda-benda kuno tiongkok dan timu jauh belum memperlihatkan hasil
yang berlawanan. Kenyataan ini ialah bahwa sumber peradaban pertama baik di
mesir, funisia atau asiria, ada hubungannya dengan laut tengah; dan bahwa mesir
adalah pusat yang paling menonjol membawa peradaban pertama ke yunani atau
rumawi, dan bahwa peradaban dunia sekarang ini, masih erat sekali, hubungannya
dengan peradaban pertama ini.[1][1]
Apapun yang pernah di perlihatkan
oleh timur jauh dalam penyelidikan tetang sejarah peradaban-peradaban fira’un,
asiria atau yunani, juga tidak pernah mengubah tujuan dan perkembangan
peradaban-peradaban tersebut. Hal ini baru terjadi sesudah ada akulturasi dan
saling hubungan dengan peradaban islam. Di sinilah poses saling
pengaruh-mempengaruhi itu terjadi, proses asimilasi
yang sudah sedemikian rupa, sehingga pengaruhnya terdapat pada peradaban
dunia yang menjadi pegangan umat manusia dewasa ini.
Salah atau aspek pentingperekonomian arab pra-Islam adalah pertanian. Dua ratus tahun sebelum kenabian
muhammad (610 M), masyarakat arab sudah mengenal peralatan pertanian semi
modern seperti alat bajak, cangkul, garu, dan tongkat kayu untuk menanam.
Penggunaan hewan ternak seperti, unta,keledai, dan sapi jantan sebagai penarik
bajak dan garu serta pembawa tempat air juga sudah dikenal. Mereka telah mampu
membuat bendungan raksasa yang dinamakan al-ma’arib.
Yaman adalah negeri yang subur, khususnya di sekitar bendungan Ma’rib, di mana
pertanian maju secara pesat dan menakjubkan. Di masa itu juga telah berkembang
industri, seperti industri kain katun dan persenjataan berupa pedang, tombak,
dan baju besi. Akan tetapi, mereka tidak bersyukur dan justru berpaling dari
ketaatan kepada Allah. Karena kekufuran itu, Allah pun menghancurkan bendungan
Ma’rib.
Namun setelah
bendungan tersebut rusak dan tidak berfungsi era kesejahteraan mereka juga
hancur. Tanah sebagian di Arab berupa padang pasir yang sangat luas, panas dan
gersang tetapi juga terdapat lahan yang subur yang terletak di lembah-lembah
yang terdap mata air (oase) dan sering turun hujan. Tanah pertanian yang utama
terdapat di daerah Thaif. Hasil pertanian mereka antara lain sayur dan
buah-buahan. Hasi pertanian itu kemudian dijual ke kota-kota seperti makah dan
madinah.
Dimikian pula
sistem irigasi, mereka telah mempraktikkanya pada saat itu. Untuk menyuburkan
tanah, masyarakat arab pra-Islam telah menggunakan apa yang sekarang disebut
pupuk alami, seperti pupuk kandang, kotoran manusia, dan binatang tanah
tertentu, misalnya cacing dan rayap. Mereka juga telah meneneal teknik
penyilangan pohon tertentu untuk mendapat bibit unggul.
Ada tiga sistem yang dipakai oleh
para pemilik ladang atau sawah dalam mengelola pertanian mereka pada saat itu. Pertama ialah sistem sewa menyewa dengan
emas logam mulia lain, gandum, atau produk pertanian sebagai alat pembayaran. Kedua, ialah sistim bagi hasi produk,
misalnya separuh untuk pemilik dan separuh untuk penggarap, dengan bibit dan
ongkos penggarapan dari pemilik. Ketiga ialah
sistem pendigo, yakni seluruh modal
datang dari pemilik, sementara pengairan, pemupukan, dan perawatannya di kerjakann
oleh penggarap. Sawah yang di garap oleh sekelompok budak tani di daerah yang
subur, nasib para penggarap sawah sama sebagaimana yang terjadi si semenanjung
liberia (Andalusia) sebelum dikuasai islam. Mereka tidak memiliki hak
kemerdekaan sama sekali.[2][2]
Di samping pertanian, perdagangan
adalah unsur penting dalam perekonomian masyarakat arab pra-Islam. Karena letak geografisnya yang sangat strategis maka ia menjadi tempat
persinggahan para kafilah dagang yang datang dan pergi menuju pusat perniagaan. Dikarenakan
tanahnya yang tandus dan jarang turun hujan, maka perekonomian mereka umumnya
bergerak di bidang perdagangan. Transportasi yang mereka andalkan saat itu
adalah onta yang dianggap sebagai perahu padang pasir. Onta merupakan kendaraan
yang menakjubkan. Onta memiliki kekuatan tangguh yang mampu menahan haus dan
mampu menempuh perjalanan yang sangat jauh. Onta-onta ini pergi membawa barang
dagangan dari negara lain, dan kemudian membawa produk negeri tempat berniaga.
Mereka telah lama mengenal perdagangan bukan saja dengan sesama arab, tetapi
juga dengan non-arab. Kemajuan perdagangan bukan saja dengan sesama arab,
tetapi juga dengan non-arab. Kemajuan perdagangan bangsa arab pra-Islam
dimungkinkan antara lain kerena pertanian yang telah maju. kemajuan tersebut
ditandai dengan adanya kegiatan ekspor
impor yang mereka lakukan. Para pedagang arab selatan dan yaman pada 200
tahun menjelang islam datang, telah mengadakan transaksi dengan india (Asia
Selatan sekarang), negeri pantai afrika, sejumlah negeri teluk persia, Asia
tengah, dan sekitarnya.[3][3]
Dalam hal ini, komoditas ekspor arab
selatan dan yaman adalah dupa, kemenyan, kayu, gaharu, minyak wangi, kulit
binatang, buah kismis, anggur, dan barang-barang lainnya. Pada musim dingin,
mereka berduyun-duyun ke Yaman untuk berdagang. Dan ketika musim panas, mereka
memilih Syam sebagai tujuan perdagangannya.
Adapun komoditas yang mereka impor dari afrika timur antara lain
adalah kayu untuk bahan bangunan, bulu burung unta, lantakan logam mulia, dan
badak; dari asia selatan dan china berupa daging, batu mulia, sutra, pakaian,
pedang, dan rempah-rempah; serta dari negara lain teluk persia, mereka
mengimpor intan (lombard,1975:1-1).
Masyarakat Arab
dikenal sebagai bangsa pedagang. Mereka berdagang hingga keluar keluar Jazirah
Arab, misalnya negeri Mesir,Syiria,Sundan,Oman, dan sebagainya. Tata cara
berdagang bangsa Arab adalah sebagai berikut:
a. Pengelompokkan
perjalanan perdagangan
Empat putra Abdi Manaf /pemimpin dan penguasa
suku Quraisy (kakek moyang Nabi Muhammad saw.) yang ditunjuk memimpin
perjalanan besar pedagang (khafilah), yaitu
1. Hasyim,memimpin
ke negeri Syam(Syiria)
2. Abdus
Syam,memimpin khaifilah ke negeri Habasiyah(Ethopia)
3. Abdul
Muttalib(kakek Nabi Muhammad saw.)memimpin kafilah ke negeri Yaman
4. Naufal,memimpin
perjalanan kafilah ke negeri Persia
b. Perdagangan
dilakuakan dengan cara berombongan(kafilah)
Masyarakat Arab, terutama suku Quraisy dikenal
sebagai pedagang yang tangguh. Mereka sering mengadakan perjalanan peerdagangan
ke luar negeri dengan rombongan besar. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga
keamanan, baik ketika dalam perjalanan maupun setelah sampai di tempat
tujuan.
c. Cara pengaturan
waktu perjalanan perdagangan
Ada dua musim
perjalanan yang dilakukan oleh bangsa Quraisy, yaitu musim panas dan musim
dingin. Perjalanan musim panas digunakan untuk perjalanan dagang ke negeri
Syam, sedangkan pada musim dingin untuk
perjalanan kenegri Yaman.
Masyarakat yang bermata pencaharian sebagai
peternak adalah suku Arab pendalaman. Jenis binatang yang dipelihara adalah
domba dan unta. Dalam menggembala hewan-hewan ternaknya, mereka harus hidup
berpindah-pindah untuk mencari oase(tanah yang subur yang memiliki
rumput-rumput yang hijau) sebagai makanan hewan ternaknya. Hasil yang mereka
peroleh dari peternakan itu adalah susu,daging,dan kulit untuk pakaian atau
menjual sebagian ternaknya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kekayaan mereka
terlihat dari banyaknya hewan ternak yang mereka miliki.
Perlu dijelaskan bahwa kota mekkah
merupakan kota suci yang setiap
tahunnya dikunjungi, terutama karena di situlah terdapat bangunan suci ka’bah. Selain itu di Ukaz terdapat
pasar sebagai tempat pertukaran barang dari berbagai belahan dinia dan tempat
berlangsungnya perlombaan kebudayaan (puisi arab). Oleh karena itu kota
tersebut menjadi pusat peradaban baik pilitik, ekonomi, dan budaya yang
penting.
Para pedagang tersebut menjual
komoditas itu kepada para konglomerat, pejabat, tentara dan keluarga penguasa,
karena komoditas tersebut mahal, terutama barang-barang impor yang harus di kenai pajak yang sangat tinggi. Alat pembayaran
yang mereka gunakan adalah koin yang terbuat dari perak, emas atau logam mulia
lain yang ditiru dari mata uang persia dan romawi. Sampai sekarang berapa koin
tersebut masih tersimpan di sejumlah museum di timur tengah (Hitti,2005:108-136
dan Abdullah, 2002:14-18)
Mekkah merupakan jalur persilangan
ekonomi internasional, yaitu menghubungkan mekkah ke Abysinia seterusnya menuju
ke afrika tengah. Dari mekkah ke damakus seterusnnya ke daratan eropa. Dari
mekkah ke al-madain (persia) ke kabul, kashmir, singkiang (sinjian) sampai ke
zaitun dan contoh, selanjutnya menembus daerah melayu. Selain itu juga dari
mekkah keadaan melalui laut menuju ke india, nusantara, hingga canton
(al-haddad,1957). Hal ini menyebabkan masyarakat mekah memiliki peran strategis
untuk berpartisipasi dalam dunia perekonomian tersebut. Mereka di golongkan
menjadi tiga, yaitu para konglomerat yang memiliki modal. Kedua, para pedagang yang mengolah modal dari para konglomerat, dan
ketiga, para perampok dan rakyat
biasa yang memberikan jaminan keamanan kepada para khalifah pedagang dari perantauan, mereka mendapatkan laba
keuntungan sebesar sepuluh persen. Oleh karena itu, tepatlah kata whatt:bahwa al-Qurr’an tidaklah di turunkan dalam
suasana gurun pasir, melainkan pada perekonomian yang tinggi (Rahman,
1974:106, karim, 1974: 19-20, dan Husaini, 1949: 10-12).[4][4]
Orang-orang Arab
zaman jahiliyah memiliki pasar-pasar seabgai pusat perdagangan. Pusat
perdagangan yang terkenal, yaitu: Ukazh, Mijannah, dan Zul Majaz. Di antara
tiga pasar ini, yang paling besar dan paling banyak pengunjungnya ialah Ukazh.
Pasar ini dikunjungi orang-orang Arab dari berbagai daerah di seluruh Arab.
Pengunjung terbanyak berasal dari Qabilah (suku) Mudhar, karena memang pasar
ini terletak di daerah mereka.
Pusat perdagangan ini bukan hanya sebagai
tempat transaksi perdagangan, tetapi juga menjadi pusat pertemuan para pakar
sastra, syair, dan para orator. Mereka berkumppul untuk saling menguji.
Sehingga, sebagaimana pertumbuhan kota-kota modern saat ini, maka konsep pasar
pada masa jahiliyah tersebut tidak sekedar sebagai pusat perbelanjaan, tetapi
juga menjadi pusat peradaban, kekayaan bahasa dan transaksi-transaksi global.
Sebagai pusat perdagangan, pada masa Jahiliyah
transaksi riba merata di Semenanjung Arab. Bisa jadi mereka terjangkiti
penyakit ini karena pengaruh orang-orang Yahudi yang menghalalkan transaksi
riba. Islam datang menghapuskan transaksi riba,
karena riba hanya merusak tatanan perekonomian.
Dari uraian tersebut jelas, bahwa
tradisi pertanian dan perdagangan di arab sebenarnya sudah ada jauh sebelum
islam. Walaupun demikian, harus diakui bahwa tradisi pertanian dan perdagangan
yang ada memiliki ruh atau semangat kemanusiaan seperti keadilan dan persamaan.
Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana permodalan di kuasai oleh elit-elit
pemodal. Sebagai contoh, para pedagang meminjam modal pada konglomerat, akan
tetapi harus membayar utang tersebut dengan bayaran yang jauh lebih tinggi, hal
ini lah yang menyebabkan yang sebagian di antara para pedagang mengalami kebangkrutan,
sehingga mereka banyak melarikan diri ke gurun-gurun (Rahman, 1974 : 2-3).
Sejak islam datang, nilai-nilai keadilan dan persamaan mulai dimaksukkan dalam
perekonomian masyarakat arab. Misalnya dalam dalam hal pertanian dan
perdagangan, islam mengayakannya dengan semangat keadilan, kejujuran, dan
kesamaan. Kalangan kaya tidak diperbilehkan monopoli
perekonomian dan budak yang miskin. Nabi muhammad mencontohkan bagaimana orang
kaya membantu dan membina yang miskin, sehingga mereka bisa mandiri secara ekonomi.
terimakasih sudah membaca artikel saya tentang Perekonomian Arab pada Masa Pra-islam. semoga bermanfaat untuk anda.
[1][1] Hendri anto, pengantar
ekomoni islam (yogyakarta:ekonosia, 2003), 70,71.
[2][2] Drs. Nur Chamid MM,
Jejak Langkah Swjarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010)
[3][3] Ibid., 61-67.
[4][4] Heri sudarsono, konsep
ekonomi islam (yogyakarta: ekonosia, 2004), 79-82.
Comments
Post a Comment