KAFALAH
I PENDAHULUAN
a. latar
belakang
b. rumusan
masalah
II PEMBAHASAN
A. pengertian
KAFALAH
B. landasan
hukum kafalah
C. struktur dan
syarat akad kafalah
D. Implementasi
akad kafalah dalam praktik perbankan
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Dalam dunia usaha,modal merupakan sesuatu
yang penting. Modal tersebut dapat bersifat material atau immaterial. Untuk
memenuhi kebutuhan modal, seorang pengusaha bisa menggunakan modal sendiri atau
meminjam kepada pihak lain seperti Bank dengan akad qardun. Untuk melakukan pinjaman tersebut biasanya diperlukan
beberapa syarat, diantaranya kelayakan usaha,adanya kepercayaan usaha dan
adanya jaminan.
Berkaitan dengan jaminan ini,dapat
dibedakan dalam jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Berkaitan dengan
jaminan ini,dapat dibedakan dalam jaminan perorangan adalah orang yang
memberikan perjanjian antara seorang yang memberikan hutang dengan seorang
pihak ketiga sebagai penjamin yang menjamin di penuhinya kewajiban-kewajiban si
berhutang.
BAB II
PEMBAHASAN
kafalah
secara etimologi memiliki tiga makna (addhoman)
jaminan, (al-khamalah) beban, (az-za’amah) tanggungan. Namun secara
menyeluruh ketiga kata ini memiliki garis besar yaitu berarti Jaminan. Secara terminologi,
sebagaimana yang dinyatakan ulama Fikih kafalah
adalah ”menggabungkan dua tanggungan dalam permintaan dan hutang”. Definisi
yang lain yaitu “jaminan yang diberikan oleh penanggung(kafil) kepada pihak ketiga yaitu pihak yang memberikan hutang/kreditor(makful lahu) untuk memenuhi untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua yaitu yang berhutang/debitor atau yang di
tanggung(makful ‘anhu).[1]
,kafalah
berarti kontrak jaminan. Secara istilah menjadikan jaminan kepada
nasabahnya. Jaminan yang diberikan oleh lembaga keuangan syari’ah adalah
jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung `
Menurut M. Syafii anto al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan
tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab
orang lain sebagai penjamin.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
perjanjian penanggungan adalah perjanjian yang bersifat accecoir dari utang piutang
sebagai perjanjian pokok. Konsekuensi Yuridis dari hal ini adalah bahwa
keberadaanya sangat tergantung dari perjanjian pokoknya.[2]
1. Landasan syari’ah
a.) Al-Qur’an
dasar hukum mengenai akad
memberi kepercayaan ini terdapat dalam Al-qur’an surat Yusuf ayat 72,yang
artinya:
“Penyeru-penyeru itu berseru, kami
kehilangan piala raja dan barang siapa yang dapat menggembalikannya akan
memperoleh makanan(seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya”.(Q.S
Yusuf:72)
b.) hadis
telah
dihadapkan kepada Rasulullah SAW (mayat laki-laki untuk dishalatkan) Rasulullah
SAW, bertanya: “apakah dia mempunyai warisan?” para sahabat menjawab, “tidak”,
Rasulullah bertanya lagi, “apakah dia mempunyai hutang?” sahabat menjawab “ya”,
sejumlah tiga dinar.” Rasulullah pun menyuruh para shahabat untuk
mensahalatkannya (tetapi beliau sendiri tidak melakukannya). Abu Qatadah lalu
berkata, “saya menjamin utangnya, ya Rasululullah” maka rasulullah pun
menshalatkan mayat tersebut”. (HR. Bukhari).
2. Landasan Hukum Positif
Kafalah salah satu produk perbankan
syariah di bidang jasa telah mendapatkan dasar hukum dalam Undang-undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
kafalah mendapatkan dasar hukum yang
lebih kokoh. Dalam Pasal 19 Undang-Undang Perbankan Syariah disebutkan bahwa
kegiatan usaha Bank Umum antara lain meliputi membeli, menjual, atau menjamin
atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar
transaksi nyata berdasarkan prinsip Syariah, antra lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah,
kafalah, atau hawalah.
Produk
jasa perbankan syariah berdasarkan akad kafalah
secara teknis mendasrkan pada PBI
No. 9/19/PBI/2008. Tentang pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan
Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah,
sebagaiman yang telah diubah dengan PBI No. 10/19/PBI/2008. Pasal PBI dimaksud
menyebutkan Pemenuhan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud, antara lain
dilakukan melalui kegiatan pelayanan jasa denga mempergunakan antara lain akad kafalah, hawalah, dan sharf.[3]
Berbeda
dengan akad dhaman al-mal yang
struktur akadnya yang meliputi lima rukun, dalam akad dhaman al-badan atau kafalah ini
hanya meliputi lima rukun, yakni kafil,makful bih, makful lah, dan shighah.
Sebab dalam kafalah al-badan, pihak
yang berperan sebagai madmun ‘anhu dan
madlmun lah terdiri dari pihak yang tunggal, yaitu makful lah.
1.
Kafil
Yaitu pihak yang berperan sebagai penjamin kehadiran makful bih. Penjamin kafil harus atas
persetujuan (izin) dari pihak makful bih.
Tanpa persetujuan ini, kafil tidak
memiliki otoritas untuk memaksa makful
bih hadir ke pengadilan. Sebab,
kewajiban mendasar pihak makful bih bukanlah
kehadiranya, melainkan menyelesaikan kasusnya. Kehadiran makful bih hanya wajib setelah ada panggilan dari hakim, dan itupun
selama tidak ada halangan atau udzur. Karena
itu, kafil hanya memiliki otoritas
untuk menyeret nakful bih ke
pengadilan apabila akad kafalah atas
dasar persetujuan.
2.
Makful bih
Yaitu pihak yang kehadiranya dijamin oleh kafil. Dalam keabsahan akad kafalah al-badan, makful bih disyaratkan:
a.
Terlibat kasus
hukum yang bersifat materi (maliyyah),
yang memenuhi syarat-syarat sah dijadikan obyek akad dlaman (madlmunb bih ) seperti di atas, baik yang berkaitan dengan
hak adami murni, seperti hutang, atau yang berkaitan dengan semi hak adami
(sya’ibah), seperti hutang zakat atau kafarat.
b.
Atau terlibat kasus
hukum yang bersifat hukuman (‘uqubah)
yang berkaitan dengan hak adami, seperti hukuman qishas dan qadf.
Sedangkan uqubah yang berkaitan
dengan haqqullah, seperti hukuman
mencuri, hukuman berzina, tidak sah diakadi kafalah,
sebab termsuk urusan privat yang dianjurkan ditutupi.
3.
Makful lah
Yaitu pihak yang mendapat jaminan dari kafil. Menurut qaul ashah, dalam akad kafalah
al-badan, perstujuan makful lah tidak
menjadi pertimbangan. Sebab substansi akad kafalah
al-badan adalah jaminan (watsiqah)
untuk kepentingan haknya, sebagaimana persaksian (syahadah).
4.
Shighah
Shighah atau bahasa transaksi dalam akad dlaman meliputi ijab dan qabul yang menunjukan makna kesanggupan
atau komitmen (iltizam).[4]
D. Implementasi Akad Kafalah dalam praktik perbankan
syariah
Secara fiqih terdapat tiga macam kafalah
yang padanya dapat diimplementasikan dalam produk bank syariah yaitu:
a.
Kafalah bi nafs, yaitu
jaminan dari sisi si peminjam (personal
guarantee)
b.
Kafalah bil mal,
yaitu jaminan pembayaran hutang atau pelunasan hutang. Aplikasinya dalam
perbankan dapat berbentuk jaminan uang muka (advance payment) atau jaminan pembayaran (payment bond)
c.
Kafalah muallaqah, yaitu jaminan mutlak yang dibatasi oleh kurun tertentu dan untuk tujuan
tertentu. Dalam perbankan modern hal ini dapat diterapkan untuk jaminan
pelaksanaan suatu proyek (performance
bonds) atau jaminan penawaran (bid
bonds)
Dalam praktiknya implementasi akad kafalah ini dalam bank syariah adalah dalam bentuk bank garansi.
Bank garansi yaitu tindakan dari generator dalam hal ini bank untuk menjamin
bahwa jika seseorang tidak menunaikan kewajibannya, misalnya tidak membayar
hutang-hutangnya, si generator tersebutlah ynag akan melaksanakan/mengambil
alih kewajiban terwsebut.
Di dalam kegiatan pemberian jasa-jasa perbankan kepada
nasabah, bank dapat memberikan jasa-jasa pemberian bank garansi, sepanjang
tidak bertentangan/melanggar dari peraturan-perundang-undangan termasuk
peraturan Bank Indonesia. Pemberian bank garansi ini sudah merupakan produk
berupa jasa yang ditawarkan dalam rangka mendapatkan pendapatan berupa.
Lebih lanjut
dapat disampaikan beberapa hal terkait dengan produk berupa bank garansi ini,
yaitu:
a.
Dalam suatu
pemberian fasilitas bank garansi, setidaknya terdapat 3 tiga pihak yaitu:
1.
Pihak pemberi
garansi dalam hal ini bank
2.
Pihak yang
digaransi dalam hal ini nasabah bank
3.
Pihak penerima
garansi dalam hal ini adalah pihak ketiga(bouwheer)
b.
Pihak-pihak yang
dijamin (nasabah bank) memiliki kewajiban (pekerjaan atau hutang) kepada pihak ketiga
atau bouwheer).
c.
Timbulnya garansi,
biasanya karena karena diminta oleh bouwheer
kepada nasabah bank, dan menertibkanya dengan pertimbangan bisnis (opportunity income).
Teknis penerapan
akad kafalah sebagai produk perbankan
syariah di bidang jasa dapat berpedoman pada SEBI No. 10/14/DPbS tanggal 17
maret 2008. Di dalam SEBI disebutkan bahwa kegiatan layanan jasa dalam bentuk
jasa pemberian jaminan atas dasar Akad kafalah,
berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a.
Bank bertindak
sebagai pemberi jaminan atas pemenuhan kewajiban nasabah terhadap pihak ketiga
b.
Bank wajib menjelaskan
kepada nasabah mengenai karakteristik jasa pemberian jaminan atas dasar kafalah, serta hak dan kewajiaban
nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi
informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah.
c.
Bank wajib
melakukan analisis atau rencana jasa pemberian jaminan atas dasar kafalah kepada nasabah yang antara lain
meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter ( Character ) dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas
usaha ( Capacity ), keuangan ( Capital ), dan prospek usaha ( Conditional );
d.
Obyek penjaminan
harus :
·
Merupakan kewajiban
pihak/orang yang meminta jaminan;
·
Jelas nilai, jumlah
dan spesifikasinya;
·
Tidak bertentangan
dengan syari’ah ( tidak diharamkan ).
e.
Bank dan nasabah
wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad
pemberian jaminan atas dasar Kafalah.
f.
Bank dapat
memperoleh imbalan atau fee yang
disepakati di awal serta dinyatakan dalam jumlah normal yang tetap;
g.
Bank dapat meminta
jaminan berupa Cash Collateral atau
bentuk jaminan lainnya atas nilai penjaminan; dan
h.
Dalam hal nasabah
tidak dapat memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga, maka Bank melakukan
pemenuhan kewajiban nasabah kepada pihak ketiga dengan memberikan dana talangan
sebagai pembiayaan atas dasar akad Qardh yang
harus diselesaikan oleh nasabah.
[1] Triyanta Agus, Malang, setara press, 2016.
hukum perbankan syari’ah,, hlm.59
[2] Anshori Abdul Ghafur,
Yogyakarta, setara press, 2009. Perbankan
Syariah di Indonesia, hlm.159
[3] Perbankan syariah di
indonesia. Hal.160
[4] Tim laskar pelangi,
Kediri, setara press, 2013. Metodologi
Fiqih Muamalah, hlm 187-188
Comments
Post a Comment